Jakarta,traznews.com Sejumlah kelompok warga penghuni Apartemen Mutiara Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara diduga membuat Rapat Umum Anggota Luar Biasa (RUALB) secara tidak sah dan tidak sesuai aturan yang ada.
Padahal berdasarkan informasi yang didapat, bahwa masa bakti pengurus PPPSRS yang lama berakhir pada bulan Juni 2023.
Ketua PPPSRS Darwin Lisan mengatakan, secara sah sesuai hukum dan peraturan, masa bhakti dirinya sebagai ketua PPPSRS Apartemen Pantai Mutiara Pluit yang sah berakhir pada bulan Juni 2023.
Menurut Darwin, ada oknum warga penghuni yang diduga memprovokasi warga lainnya untuk menggulingkan kepengurusan yang sah dengan cara mengadakan Rapat Umum Anggota Luar Biasa (RUALB) secara ilegal dengan tidak mengikuti prosedur dan aturan yang ada di dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) PPPSRS yang dilampirkan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 132 Tahun 2018, Pergub Nomor 133 Tahun 2019 sebagaimana telah dirubah dengan Pergub Nomor 70 Tahun 2021.
“Dalam pasal itu disebutkan jika ingin mengadakan RUALB harus diwakili setidaknya 50 persen atau setengah dari perhimpunan (warga penghuni). Namun kenyataannya seperempat saja tidak ada,” ujar Darwin saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (20/11/2022).
Kemudian kata dia, 50 persen atau setengah dari perhimpunan (anggota PPPSRS) itu juga harus melalui validasi data kemudian diverifikasi, untuk memastikan bahwa setengah dari perhimpunan itu benar dan bukan data bodong.
Menurut Darwin, pihaknya juga telah mendatangi dan melayangkan surat ke Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta soal RUALB yang tidak ada verifikasi.
Namun, oleh dinas perumahan malah dibalas dengan surat tertanggal 16 November 2022 dan diterima 17 November 2022 yang isinya menjelaskan bahwa perwakilan warga mengakui telah melakukan verifikasi data anggota PPPSRS Apartemen Pantai Mutiara Pluit yang mewakili 1/2 (setengah) dari seluruh anggota perhimpunan yang mendukung dilaksanakan Rapat Umum Anggota Luar Biasa.
Hal ini sangat aneh karena dinas perumahan melakukan verifikasi hanya berdasarkan pengakuan dari warga yang menginginkan RUALB tersebut.
Masih dalam surat yg sama dinas perumahan juga menyatakan apabila saudara merasa verifikasi tersebut tidak tepat maka agar dirinya yang disuruh membuktikan setengah (50 %) perhimpunan yang tidak setuju.
“Kan aneh, berdasarkan Pergub harus 50 persen data diverifikasi, kok malah dinas suruh saya buktikan setengah yang tidak setuju,” ujarnya.
Harusnya pihak dinaslah yang meminta data dari 50 persen warga penghuni ke pemohon RUALB kemudian memverifikasinya. Bukan sebaliknya malah PPPSRS yang disuruh membuktikan 50 persen warga penghuni yang tidak setuju RUALB.
“Hal ini membuat kami bertanya-tanya dan jadi curiga, ada apa dengan dinas perumahan,” imbuhnya.
Darwin mengatakan, karena kepengurusan PPPSRS lahir dari produk hukum dan peraturan, pergantiannya pun juga harus menggunakan mekanisme hukum juga, bukan lewat cara-cara seperti ‘kudeta’.
Ia juga berpesan kepada warga penghuni Apartemen Pantai Mutiara Pluit, agar tenang, jangan mudah termakan isue dan provokasi oleh selgelintir oknum demi kepentingan pribadi.
Ia memastikan saat ini secara sah sesuai hukum dirinya masih menjadi ketua PPPSRS Pantai Mutiara Pluit sampai masa baktinya berakhir pada Juni 2023.
PENILAIAN AHLI HUKUM
Sementara itu, Ahli Hukum Kurnia Zakaria, S.H, M.S menjelaskan, bahwa pergantian pengurus dan ketua pengurus PPPSRS juga harus menggunakan mekansime hukum.
Menurut Kurnia, yang dilakukan oleh sekelompok warga penghuni (perhimpunan) Apartartemen Pantai Mutiara Pluit bisa dikatakan dengan upaya makar atau kudeta terhadap ketua PPPSRS yang sah secara peraturan hukum.
“Semua ‘kan diatur oleh peraturan jika akan mengganti kepemimpinan yang baru, bukan membentuk kelompok sendiri lalu seenaknya membuat cara-cara sendiri,” ujar Kurnia.
Mekanisme yang benar begini, dalam Pergub Nomor 132 Tahun 2018 sebagaimana terakhir dirubah dengan Pergub Nomor 70 Tahun 2022 menyebutkan Rapat Umum Anggota Luar Biasa (RUALB) bisa dilaksanakan apabila ada hal luar bisa yang dilakuan oleh sang ketua.
Hal luar biasa itu kata dia apabila ketua divonis telah melakukan tindak pidana hukum, seperti korupsi, narkoba atau pidana lainnya yang telah inkrah (putusan pengadilan). Maka secara otomatis tanpa pesetujuan dari ketua, bisa langsung diadakan RUALB.
Namun demikiam, jika tidak ada hal luar biasa, harus ada setidaknya 50 persen atau setengah dari perhimpunan (warga penghuni) yang setuju melakukan RUALB dengan cara menandatangani persetujuan dan diverifikasi oleh dinas terkait.
“Bukti verifikasi juga harus diperlihatkan secara transfaran ke pengurus lainnya dan perhimpunan. Bukan hanya ucapan saja,” ujarnya.
Kurnia melanjutkan, jika ada tuduhan ketua PPPSRS melakukan pelanggaran dalam menjalankan kepemimpinannya, ada mekanisme dan proses yang harus dilalui juga.
Dalam Pergub 132 Nomor 2018, Pergub 133 Tahun 2019 yang telah dirubah ke Pergub 70 Tahun 2021 diamanatkan bahwa jika ada permaslahan yang dilakukan oleh ketua yang sah, mekasisme prosesnya harus dibentuk tim penyelesaian masalah dulu.
Selanjutnya tim penyelesaiam masalah melakukan pelaporan kepada wali kota. Kemudian wali kota melakukan memberikan teguran pertama kepada ketua PPPSRS.
“Jika teguran pertama tidak direspon, maka wali kota melakukan teguran kedua,” imbuh Kurnia.
Jika teguran kedua masih tidak direspon, selanjutnya wali kota melayangkan surat rekomemdasi ke dinas perumahan untuk mencabut akta pengesahan perhimpunan dan SK ketua PPPSRS.
Setelah itu dibentuklah kelompok kerja (Pokja) yang terdiri dari pengurus PPPSRS yang akan membentuk pantia musyawarah (Panmus) pemilihan ketua yang baru dan mencari kandidatnya.
“Setelah ada kandidat atau bakal calon kemudian baru dilangsungkan pemilihan ketua yang baru,” ujarnya.
Kurnia mengatakan, pemilihan ketua PPPSRS harus ada berita acara mekanisme undangan para anggota dulu, verifikasi kedatangan, verifikasi berita acara rapat anggota luar biasa ada permasalahan pengurus.
Kemudian ada kesepakatan tertulis mayoritas ada pergantian pengurus, kesepakatan penunjukan panitia pemilihan terlebih dahulu.
Dikatakannya, berita acara mekanisme pergantian pengurus, biasanya yang berperan harus pembina atau pengawas PPPSRS sebagai pemimpin rapat anggota luar biasa.
Kemudian hasil rapat luar biasa baru diusulkan untuk disahkan ke dinas perumahan dulu.
“Berita acara rapat anggota luar biasa itu pun disahkan ke notaris juga,” imbuhnya.
Jadi menurut dia, kalau sekarang ada yang mengaku ada ketua pengurus PPPSRS yang baru, dipastikan itu cacat hukum dan kedepan pasti terus ada konflik yang berkelanjutan.
“Saya berharap warga harus cerdas dan jangan mau diprovokasi oleh oknum demi kepentingan kelompok tapi mengorbankan warga penghuni yang lain,” pungkasnya.