Penuhi Undangan Wantimpres, Nyoman Tirtawan Bawa Segepok Bukti Kasus Lahan Batu Ampar

Penulis :

Nety Herawati SE

Jakarta, Traznews.com – Perjuangan warga Dusun Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali untuk memperoleh kembali tanah mereka tak pernah surut. Kali ini, melalui kuasa penuh warga Batu Ampar, mereka mengadu ke Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

Perwakilan warga, sekaligus kuasa penuh dalam sengketa lahan Batu Ampar, Nyoman Tirtawan menyambangi kantor Wantimpres di Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, dengan membawa segepok bukti. Rabu, (1/2/2023) pukul 11.30 WIB.

Tokoh masyarakat Bali asal Kabupaten Buleleng inipun datang atas undangan Wantimpres melalui Sekretaris anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Drs. Ganjar Razuni, serta Tim Ahli Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Politik Hukum dan Agraria Dr. Bambang Slamet Riyadi.

“Kami melaporkan kepada tim ahli hukum Wantimpres, ada Bapak Bambang Slamet Riyadi, kami mewakili 55 warga Batu Ampar yang memiliki bukti kepemilikan tanah dan membayar pajak dari dulu sampai sekarang namun mereka diusir dan tanah mereka dicaplok dan dibangun hotel di atas tanah mereka,” kata Nyoman kepada wartawan di Jakarta.

Tirtawan berharap, Wantimpres segera melaporkan kasus tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apalagi kata Tirtawan, warga telah mendiami tanah tersebut secara turun temurun. Bahkan para warga memiliki alas hak dan membayar semua kewajiban.

Bacaan menarik :  Kasudin Pertamanan dan Hutan Kota Jakut Diminta Tindak Rekanan Pencuri Listrik PLN

“Karena saya tahu Bapak Jokowi adalah pelayan rakyat sejati, saya yakin Bapak Jokowi tidak ingin ada rakyatnya menjadi korban para mafia,” tegasnya.

Tirtawan pun mengapresiasi kinerja Wantimpres yang dipimpin oleh Jenderal Wiranto, dengan sigap menerima laporannya.

“Saya ucapkan terima kasih tak terhingga atas kerja cepat dan tanggap luar biasa. Sekali lagi saya tunggu, pelayanan untuk masyarakat yang terzalimi, masyarakat yang notabene tidak bisa baca tulis, susah hidup, susah makan justru dirampas hak-haknya,” bebernya.

Tirtawan juga mendesak Tim ahli hukum bidang Agraria dari Wantimpres segera mengecek kebenaran kasus pencaplokan tanah tersebut.

“Saya harap segera mungkin dari sekretariat Wantimpres untuk mengecek kebenaran secara objektif baik melihat objek tanah sengketa yang dirampas, dan memanggil para pihak BPN maupun Pemkab Buleleng,” jelasnya.

Sejak tahun 1952 Tirtawan melanjutkan, warga Dusun Batu Ampar menerabas hutan belantara untuk bercocok tanam dan bermukim di atas tanah tersebut. Warga diberikan surat kepemilikan tanah pada tahun 1959 sebagai bukti legalitas oleh pemerintah.

Bacaan menarik :  NASI KOTAK JUMAT BERKAH DALAM RANKA MENYAMBUT HUT POLRI KE-76 DI WILAYAH HUKUM POLSEK PADEMANGAN

Namun pada tahun 1976, lantaran pemerintah membutuhkan kapur sebagai bahan bangunan, maka diterbitkan sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) kepada Perusahaan Daerah Swatantra seluas 45 hektar di atas tanah pemukiman warga Dusun Batu Ampar itu.

“Di dalam sertifikat HPL tertulis kalimat ‘Lamanya hak berlaku sepanjang tanah yang dimaksud dipergunakan untuk proyek pengapuran’,” ungkapnya lagi.

Secara de facto lanjutnya, proyek pengapuran berakhir tahun 1980-an. Kemudian Bupati Buleleng saat itu dan Kepala Kantor Agraria Buleleng bersurat kepada Menteri Dalam Negeri pada tahun 1982.

Hal tersebut dilakukan agar tanah yang terbit di atas sertifikat milik warga didistribusikan kepada 55 warga atas nama Raman dan kawan-kawan.

“Atas dasar itulah Menteri Dalam Negeri kemudian memutuskan dan menetapkan melalui SK Mendagri No : Sk.171/HM/DA/82 untuk pendistribusian tanah tersebut kepada Raman dan kawan-kawan bersama 55 warga agar dijadikan Hak Milik karena telah memenuhi syarat,” tegasnya.

Bacaan menarik :  Munas IKASMAN SATU SWL 2024 Dan Pengukuhan Pengurus Baru IKASMAN SATU SWL 2024 - 2029

Dikatakannya lagi, dari 55 warga yang diberikan SK Mendagri tahun 1982, baru 4 warga yang diproses penerbitan sertifikatnya yaitu Ketut Salin, Marwiyah, Pan Deresna dan Adna. Sedangkan sisanya berjumlah 51 warga ditolak proses penerbitan sertifikatnya tanpa alasan yang jelas atau diperlakukan secara diskriminatif.

“Tahun 1990 warga diusir oleh oknum aparat dari tanah mereka tanpa diberikan uang sepeserpun,” tandas Tirtawan.

Bagikan postingan
Partai Hanura Menggelar Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-18  Di Ancol
0
Jelang Nataru, Ditreskrimsus Polda Lampung Imbau Pedagang Hindari Praktik “Nakal” Penimbunan Bahan Pokok
0
Terpilih Secara Aklamasi Ketua RT 04 RW 06 Azies Mulyadi Komitmen Jalankan Program Pemerintah
0
Polsek Tanah Abang Ungkap Kasus Pengeroyokan  Di Kebon Kacang, Satu Orang Tewas 
0
Polres Lampung Barat Gelar Upacara Peringatan Hari Ibu ke-96
0
LPK ORINES SANTANE CENTER Rayakan Natal Pertama Dengan Penuh Sukacita
0
Arief Ibrahim Dilantik Sebagai Anggota DPRD Termuda Di Morowali Utara
0
Muchammad Sulaiman  Angota DPRD kabupaten Pasuruan  Hadir Di HUT  ke 18  Partai Hanura 
0
Tulang Bawang Raih WTP KE-10 Bukti Tata Kelola Hebat
0
Tekab 308 Ditreskrimum Polda Lampung Bekuk Belasan Pelaku Pungli Sopir Truk di Lampung Utara
0
Kapolres Lampung Barat Tinjau Posyan Tugu Liwa dan Pospam Sukau untuk Operasi Lilin Krakatau 2024
0
Diduga Konsleting, Warung Milik Warga Pekon Bakhu Nyaris Ludes Terbakar!!
0
Terimakasih Atas Kunjungannya!!!