BANDUNG,traznews.com Proses hukum persidangan terdakwa Direktur PT Sela Bara Muhammad Darwis yang diglear di Pengadilan Negeri (PN) Bandung Jawa Barat memasuki sidang replik. Dalam pembacaan replik, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hasan Nurodin Achmad menunjukan berkas tanpa dilampirkan bukti – bukti perkara yang menyeret M Darwis ke meja hijau.
Di dalam persidangan Majelis Hakim Dalyusra meminta JPU memperlihatkan bukti – bukti lain dan akte pendirian PT Sela Bara atas perkara itu. Dimana terdakwa diduga menjual saham perusahaan tanpa adanya rapat pemegang saham yang sebelumnya memang tercantum adanya nama Julius Djohan sebagai Komisaris dengan saham sebesar 750 juta.
Hal itu dikatakan kuasa hukum M Darwis, Richard William didepan wartawan paska persidangan replik di PN Bandung, Kamis (16/11/2023).
“Awalnya Julius Djohan memang benar diakte nomor 02 tanggal 19 Agustus 2008 sebagai Komisaris PT Sela Bara dengan saham sebesar 750 jt. Sedangkan M Darwis selaku Dirut PT Sela Bara memiliki saham sebesar 12.000.000.000 rupiah dan Komisaris Utama Dina Tri Amelia memiliki saham 2,250 miliar rupiah. “Kata Richard.
Lebih rinci Richard mengatakan Pelapor Julius Djohan sebenarnya telah menjual sahamnya ke PT Hamparan tahun 2010. Kemudian saham tersebut dibeli lagi oleh M Darwis tahun 2013. Dan berdasarkan akte perubahan Nomor 23 tanggal 4 Maret 2013 itu nama Julius Djohan sudah tidak lagi tercantum.
“Jadi sudah jelas bahwa salsi pelapor Julius Djohan bukan pemegang saham PT Sela Bara. Berdasarkan akte perubahan. Ucap Richard.
Perseteruan antara M Darwis dengan Sherwin Natawijaya hingga terjadinya perkara hukum dijelaskan Richard sebagai bentuk adanya ketidakpatutan Pelapor (SN) yang melanggar perjanjian. Pelapor mencoba membalikan fakta kebenaran dengan dugaan rekayasa alat bukti.
“Sebenarnya begini yaa. Dia membeli saham 5% pada tahun 2014 yang telah disepakati dengan nilai saham 15 miliar rupiah, dan melalui mekanisme pembayaran Dp 3,5 milyar dan sisanya bertahap 6 bulan lunas. “Perjanjian itu kan ada, karena Sherwin tidak sanggup menyelesaikan kewajibannya terhadap M Darwis sesuai klausul Pasal 2 poin 2 dan 3 yang tertera di perjanjian. “Jelas Richard.
Dia juga menjelaskan kliennya M Darwis tiba – tiba dilaporkan Sherwin Natawijaya di Polda Jawa Barat dengan tuduhan Pasal penipuan dan penggelapan tahun 2017. Atas laporan itulah kata Richard kliennya di proses hukum.
“Klien kami justru sebagai korban, karena Sherwin lah yang wanprestasi karena telah lalai tidak mematuhi perjanjian sehingga menyeret Direktur PT. Sela Bara, Muhammad Darwis dengan Nomor perkara 331/Pid.B/2023/PN Bdg.
Bahkan Richard menyebut kliennya telah memberikan dana senilai 1,8 miliar yang dititip ke oknum Kanit Polda Jabar yang berinisal DB.
“Dalam hal ini, DB merupakan penyidik yang menangani perkara klien kami sejak 2017 lalu. Meski DB telah pensiun dengan pangkat terakhir Kompol, namun tetap tidak akan lolos dari jeratan hukum. DB jelas telah menggelapkann uang titipan klien kami M Darwis sebesar Rp 1,8 miliar. “Terang Richard.
Berdasarkan ketentuan Undang – Undang Nomor 20 tahun 2001, perubahan atas Undang – Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi pasal 12 huruf e itu, Richard mengatakan bahwa telah terjadinya tindak pidana pemerasan.
Sebelumnya diberitakan perkara hukum yang dihadapi Muhammad Darwis merupakan bentuk dugaan rekayasa skenario yang melibatkan oknum penyidik Polda Jabar, serta JPU.
Richard yang juga diketahui pendiri Gapta Law Office serta pengacara FWJ Indonesia ini dengan blak – blakan membeberkan kebenaran fakta serta bukti – bukti kliennya tidak bersalah dihadapan Majelis Hakim dan dibuka didepan wartawan. Bahkan dia menyebut adanya keterlibatan oknum Kanit Polda Jabar yang berinisial DB dengan dugaan rekayasa bukti – bukti untuk menyeret Muhammad Darwis melakukan perbuatan tindak pidana KUHP.
“Kami bisa bantah itu, bahwa klien kami M Darwis justru korban dari persengkolan SN, JD, oknum APH, dan oknum JPU sehingga Pasal yang diterapkan penyidik bisa kami patahkan dengan bukti – bukti ril di Pengadilan Negeri Bandung. “Tegas Richard.
Fakta – fakta di persidangan sudah terungkap, dan Majelis Hakim dapat dipastikan mengetahui kebenaran sesungguhnya untuk dipertanggungjawabkan dihadapan hukum.[]