JAKARTA,,traznews.com
Teknologi ada untuk memudahkan pekerjaan manusia. Tidak terkecuali untuk pekerjaan abadi manusia merawat lingkungan. Dalam hitungan 60-120 menit, keanekaragaman hayati hutan seluas 7.000 hektar bisa terperinci ke bentuk jumlah pohon, jenis pohon, jumlah burung, jumlah sarang orang utan hingga serapan karbondioksida pada setiap jenis pohon. Semua terpotret rapi dengan kamera terbang.
Hal tersebut disampaikan Irendra Radjawali, Pendiri Akademi Drone dan Arfan Arlanda, Pendiri sekaligus CEO Jejak.in dalam acara Talkshow Bung Karno Series BKN PDI Perjuangan di bilangan Menteng, Senin (28/6/2022) sore, bersama Host Garda Maharsi dan Hening Wikan yang disiarkan melalui kanal Youtube BKN PDI Perjuangan. Menurut mereka, pendataan hingga pemanfaatan lingkungan sudah harus memanfaatkan kemajuan teknologi untuk melakukan akselerasi.
“Dengan data kita jadi lebih presisi. Awalnya olah data menjadi datum lalu menjadi informasi, kemudian menjadi pengetahuan, berubah ke insight, lalu menjelma menjadi wisdom atau kebijaksanaan berpikir sebelum bertindak,” terang Radjawali.
Doktor jebolan Bremen University Jerman itu menuturkan, segala sesuatu yang digital dibaliknya adalah analog manual. Dibalik semua yang elektronik adalah manusia. Sehingga akselerasi teknologi untuk memetakan, merawat dan melindungi alam tetap harus dilakukan secara gotong royong.
Arfan menambahkan, dengan pemanfaatan teknologi, maka pemetaan hingga pemanfaatan alam untuk kepentingan manusia bisa dilakukan dengan lebih cepat dan lebih mudah. Proses tersebut terjadi dalam tiga tahap.
“Kita pakai triple layer. Pertama menggunakan citra satelit untuk topografi. Kemudian menerbangkan drone setinggi 100-200 mdpl untuk menangkap semua data. Misalnya hutan. Kemudian ground checking bersama masyarakat adat hutan, forest ranger dan para ahli ekosistem beserta timnya disebar di dalam hutan,” terang peraih MVP Microsoft itu.
“Satelit punya keterbatasan pada suhu iklim tropis banyak uap air, maka drone memperjelas itu. Drone terbang untuk ambil data, kita kasih mesin algoritmanya: jenis pohon, sarang orang utan, jenis burung dan sebagainya. Maka akan masuk data jumlah dan jenis keanekaragaman hayati yang terpotret. Artificial Intelligent mempermudah kita. Misal drone kita bisa sekali terbang langsung mengetahui populasi orang utan sebagai keystone ecology ada berapa, burung Rangkong habis makan dia keluarkan bijinya sambil terbang. Dia seperti petani. Bijinya jatuh lalu tumbuh kembali. Dengan drone ketahuan ada berapa jumlah sarang sehingga kita tahu tingkat stabilitas ekosistem di suatu kawasan,” imbuh Radjawali.
Arfan kemudian menyahuti dan menjelaskan, dia bersama timnya juga pernah melakukan pemetaan hutan. Hingga sekarang sudah ada lebih dari 15 ribu jenis pohon yang terdaftar di dalam datanya. “Beda jenis pohon maka beda juga daya serap karbonnya. Artinya masing-masing pohon beda kekuatannya tergantung jenisnya, banyak daunnya dan seberapa besar batangnya,” katanya.
Radjawali mengatakan, konsepsi Trisakti Bung Karno sangat relevan untuk hari ini. Aktualisasinya dengan dunia yang dia geluti sekarang benar-benar terbukti.
“Trisakti. Satu, berdaulat di bidang politik. Kalau sekarang itu artinya kedaulatan data. Data yang berdaulat itu harus dikelola bangsa sendiri. Bisa dibayangkan kalau itu yang pegang pihak lain. Kedua, Berdikari Ekonomi. Sekarang harus berwujud Ekonomi Hijau. Tidak perlu sekolah tinggi. Yang muda yang cukup mengerti teknologi harus turun ke desa. Bikin Learning Management System untuk pemberdayaan ekonomi desa. Perhutanan Sosial itu program terbaik yang ada sekarang itu potensial sekali. Trisakti ketiga, Berkepribadian dalam Kebudayaan. Anak-anak kecil yang mulai tahu teknologi itu harus disentuh dengan kesenian dan kebudayaan. Misal, saya akademi drone anak-anak kecil. Saya ajari mereka membuat drone menari dengan musik-musik tradisional. Sehingga tidak hanya logikanya yang jalan. Tetapi, ‘rasanya’ juga terasah,” jelas Radjawali. (*)