JAKARTA – Traznews.com
Diversifikasi : Bentuk Manajemen Risiko Yang Berbahaya ? “Jangan letakkan telur-telur emasmu dalam 1 keranjang”, Kalimat tersebut telah menjadi acuan bagi para investor tingkat awal, spekulan, dan trader instrumen keuangan. Berinvestasi dalam 1 perusahaan diasumsikan sebagai suatu langkah berisiko tinggi. Hal ini diakui sebagai “fakta parsial” oleh Okky Rachmadi S, SH, CLA, ERMAP. (23/4/2024)
Pengacara restrukturisasi korporat dan praktisi manajemen risiko korporasi.
Okky mengatakan bahwa diversifikasi adalah bagian dari corporate action yang sangat logis, namun hal ini sangat bergantung pada bentuk diversifikasi yang dilakukan. Tidak selamanya diversifikasi menghasilkan pencapaian ekonomis untuk korporasi.
Mengapa kita harus mengawali dengan membahas sudut pandang diversifikasi yang dilakukan oleh korporasi yang akan kita investasikan dana? Karena strategi manajer korporasi dalam melakukan diversifikasi akan berbanding lurus dengan probabilitas perolehan keuntungan dan keberhasilan dari investasi yang dilakukan para investor individual.
Okky mengatakan bahwa semakin banyak unit bisnis yang dimiliki oleh suatu korporasi dalam portofolionya maka semakin tinggi hierarchial cost dan management cost yang harus dikeluarkan. Tingkat kompleksitas bisnis dari korporasi tersebut akan semakin tinggi.
Perlu dipahami bahwa bisnis adalah pusat laba yang berdiri sendiri. Sekalipun jumlah unit bisnis suatu holding company bertambah, hal ini tidak menjadi jaminan peningkatan laba. Masing-masing manajer tentunya akan memfokuskan untuk pencapaian unit bisnisnya sendiri.
Meskipun upaya mensinergikan strategi dan kinerja unit-unit bisnis dapat dilakukan oleh holding company melalui sentralisasi fungsi dan layanan, namun hal ini tidak dapat secara maksimal meningkatkan efektifitas strategi diversifikasi.
Okky juga menyampaikan bahwa diversifikasi dengan menambah unit bisnis dengan sektor bisnis yang tidak linier atau setidaknya memiliki karakteristik yang serupa, dapat meningkatkan value perusahaan dari sisi kuantitas sumber revenue dalam portfolio, namun tentunya belum tentu dapat memberikan kepastian atas kualitas kinerja sumber revenue korporasi tersebut.
Keterkaitan operasional (produk, teknologi, basis keahlian) dan keterkaitan strategi antara holding company dengan unit-unit bisnis dalam portofolio akan memiliki pengaruh signifikan terhadap efektifitas diversifikasi yang dilakukan.
Argumentasi sebagian praktisi investasi tingkat awal bahwa terdapat hubungan linier antara diversifikasi dengan kinerja perusahaan, dimana semakin tinggi diversifikasi maka akan semakin baik kinerja korporasi adalah tidak benar.
Okky menyampaikan bahwa pengaruh diversifikasi terhadap kinerja korporasi memiliki maximum effectiveness point.
Titik efektivitas maksimum tersebut akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang bergerak secara dinamis.
Okky mengatakan bahwa 2 bentuk diversifikasi yang dikategorikan ekstrim adalah bentuk diversifikasi yang mana 95% pendapatan korporasi berasal dari bisnis dominan (holding) dan bentuk diversifikasi yang mana kurang dari 70% pendapatan korporasi berasal dari bisnis dominan dan tidak ada general relatedness antara jenis bisnis yang ada dalam portofolio.
Keduanya dapat dikategorikan sebagai bentuk spekulasi tingkat tinggi.
Salah satu contoh penerapan diversifikasi ekstrim (spekulatif tinggi) terjadi pada badan hukum Yayasan Pendidikan dan Latihan Manajemen dan Teknologi Telekomunikasi (YPT) yang membawahi Universitas Telkom.
Yayasan yang bergerak dibidang pendidikan ini bekerjasama dengan PT. Multi Karya Utama Abadi (debitor dalam PKPU berdasarkan putusan No. 375/Pdt. Sus-PKPU/2022/PN. Niaga Jkt.Pst.) dalam projek Bangun Guna Serah pembangunan apartemen Bandung Teknoplex Living yang dimulai sejak tahun 2014 dan seharusnya telah selesai dan diserahterimakan pada bulan Juli 2019 kepada konsumen pembeli hak sewa selama 30 tahun.
Terdapat 1200-an konsumen pembeli hak sewa unit yang dirugikan atas mangkraknya projek ini. Total utang yang ditagihkan dan tercatat kurang lebih Rp. 430 Milyar. Nilai ini belum mencakup nilai kerugian ratusan kreditor lainnya yang belum mendaftarkan piutangnya.
Badan hukum yang bergerak dibidang pendidikan ini memutuskan untuk berinvestasi dalam sektor properti tanpa menerapkan manajemen risiko secara komprehensif dan akuntabel.
PT. Multi Karya Utama Abadi (dalam PKPU) selaku developer sejak awal tidak dapat menunjukkan kapabilitas finansial untuk menyelesaikan proyek dimana developer tersebut gagal menyerahkan performance bond senilai Rp. 240 Milyar kepada YPT.
Yayasan yang menaungi Universitas Telkom ini juga menyatakan bahwa penggunaan logo-logo Telkom group oleh developer dilakukan tanpa seizin yayasan, namun sampai dengan saat ini tidak pernah melakukan upaya hukum apapun terhadap developer yang telah menunggangi reputasi Telkom group dalam kegiatan pemasaran apartemen tersebut.
Diversifikasi ekstrim yang dilakukan tanpa pengaplikasian strategi manajemen risiko yang mumpuni telah menimbulkan potensi kerugian bagi 1200-an kreditor pembeli hak sewa unit dan para vendor lainnya.**
Sumber Rilis https://indonesiajurnalis.com/diversifikasi-bentuk-manajemen-risiko-yang-b/