Jakarta, , traznews. Com- 28 Mei 2024– Nasional Corruption Watch (NCW) menggelar konferensi pers di sekretariat DPP NCW di Pancoran, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan tersebut, NCW mengungkapkan berbagai masalah yang muncul pasca Pemilu 2024, termasuk meningkatnya kebutuhan dasar masyarakat yang menyebabkan keresahan di kalangan masyarakat.
Tiga bulan setelah pemilu presiden dan anggota legislatif pada 14 Februari 2024, Indonesia dihadapkan pada sejumlah permasalahan, mulai dari bencana alam, kenaikan harga kebutuhan pokok, hingga ketidakpastian hukum. Kondisi ini menimbulkan persepsi negatif terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin dan beban berat yang harus ditanggung oleh pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo-Gibran.
Perselisihan hukum semakin mencuat di tengah kondisi politik yang tidak menentu. Perselisihan pilpres di Mahkamah Konstitusi berakhir dengan ditolaknya gugatan pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Di sisi lain, dugaan mega korupsi PT Timah Tbk yang merugikan negara hingga Rp271 triliun menyeret 16 tersangka, serta kasus korupsi emas PT Antam Tbk yang merugikan negara Rp1,266 triliun, menambah daftar panjang masalah hukum di tanah air.
NCW juga menyoroti buruknya kinerja Bea Cukai dan dugaan korupsi dalam lelang tambang PT Gunung Bara Utama oleh PPA Kejaksaan Agung yang berpotensi merugikan negara Rp9,7 triliun. Kasus pembunuhan Vina-Egi di Cirebon yang kembali viral karena lemahnya penegakan hukum turut memperparah situasi.
Merebaknya konflik hukum yang melibatkan aparat penegak hukum (APH) belakangan ini membuat NCW menerima banyak pengaduan masyarakat. Salah satu kasus yang mencuat adalah dugaan suap yang melibatkan oknum di Kejaksaan Agung terkait penanganan kasus PT Timah Tbk dan lelang saham PT Gunung Bara Utama. Ketua Umum NCW, Hanifa Sutrisna, menegaskan bahwa ada indikasi suap lebih dari Rp200 miliar agar beberapa saksi kunci tidak dinaikkan statusnya menjadi tersangka.
“Kami menerima informasi bahwa oknum petinggi di Kejagung diduga menerima suap agar beberapa orang saksi kasus korupsi PT Timah Tbk tidak dinaikkan statusnya sebagai tersangka,” ungkap Hanifa. Ia juga menekankan perlunya KPK turun tangan untuk mengungkap isu suap ini.
Hanifa mengkritik Presiden Jokowi yang dinilai kurang sensitif dalam menangani masalah korupsi di akhir masa jabatannya. Ia mendesak agar Presiden mengambil alih komando untuk mengatasi potensi konflik antar institusi penegak hukum yang bisa berdampak pada kepercayaan investor terhadap kepastian hukum di Indonesia.
Rumor keterlibatan anak Kepala BIN dan putra Presiden dalam kasus korupsi PT Timah Tbk juga sempat disinggung. Hanifa menjelaskan bahwa isu ini kemungkinan dihembuskan oleh oknum yang ingin mengalihkan perhatian dari dugaan keterlibatan mantan jenderal dalam kasus tersebut.
NCW menghimbau agar Jaksa Agung, Kapolri, dan KPK bersinergi untuk mengungkap dugaan suap yang melibatkan petinggi Kejagung dalam penanganan kasus PT Timah Tbk dan lelang aset rampasan kasus korupsi Asuransi Jiwasraya. “Indonesia harus bersih dari KKN sebelum tahun 2045,” tegas Hanifa, mengakhiri konferensi pers.