E-Voting Berbasis Blockchain: Pemilu Hemat 90 Triliun Yang Zonder Pelanggaran & Kematian Para Petugas KPPS

Penulis :

Luckysun

Jakarta,traznews.com

Oleh Dr. Ing. Ridho Rahmadi, M.Sc, Ketua Umum Partai Ummat, 31 Mei 2022.
Pemilu Bukan Sekedar Menang-Kalah
Pemilihan Umum (Pemilu) bukanlah sekedar kontestasi politik yang berujung perolehan
suara atau menang-kalah. Makna pemilu lebih besar dan luhur dari pada itu.

 

Pemilu adalah suatu mekanisme demokrasi untuk membentuk kepemimpinan nasional, pemerintahan, dan wakil rakyat. Artinya, Pemilu merupakan bagian integral dari upaya kita di dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan, Pancasila, dan UUD 1945.

Pemilu kita menjadikan asas Jujur, Adil, Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia sebagai petunjuk arah di dalam penyelenggaraan. Ketika garis marka asas-asas tersebut sengaja dilanggar, maka Pemilu akan menjadi curang dan sarat pelanggaran. Pemilu yang demikian, adalah bencana, yang akan menimbulkan bencana-bencana multidimensional lainnya (politik, sosial, hukum, ekonomi, pendidikan) di kemudian hari.

 

Agar terlaksana dengan baik, asas-asas tersebut mensyaratkan dua hal: kesiapan
manusianya dan juga ketepatan mekanisme penyelenggaraannya. Dalam hal ini, kesiapan
manusia dapat dicapai dengan edukasi, sedangkan ketepatan mekanisme penyelenggaraan Pemilu dapat dicari dengan mengkaji berbagai alternatif dan memilih yang paling representatif. Pertanyaannya sekarang, apakah Pemilu kita sejauh ini sudah sukses berasaskan yang enam tersebut?
Supaya tidak terlalu jauh dulu, mari kita tilik Pemilu terakhir di 2019. Dari laporan Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) 4 November 2019,1 ada belasan ribu pelanggaran Pemilu yang dilaporkan, baik yang sifatnya administratif, etik, pidana, dan pelanggaran lainnya. Melihat fakta ini, asas-asas Pemilu yang enam tersebut nampaknya masih jauh panggang dari api.

Jika kita kembalikan ke dalam syarat sukses asas-asas Pemilu di atas, sebuah Pemilu bisa gagal karena manusianya yang belum siap, atau karena mekanismenya yang tidak tepat, atau lebih celaka lagi karena kedua-duanya. Khusus terkait yang kedua, selain masalah pelanggaran, mekanisme Pemilu sejauh ini mau tidak mau membutuhkan ongkos yang tinggi, baik itu ongkos dalam arti kebutuhan tenaga manusia, juga ongkos dalam arti biaya yang dikeluarkan.

Pada Pemilu 2019, ada sekitar 18 juta orang yang terlibat di dalam pelaksanaan Pemilu. Jumlah ini termasuk personel Komisi Penyelenggaraan Umum (KPU) sebagai penyelenggara, Bawaslu sebagai pengawas, TNI-Polri sebagai pengaman, dan perwakilan partai politik sebagai saksi. Biaya Pemilu yang dikeluarkan pada Pemilu 2019 adalah sekitar 30 triliun rupiah, dan untuk Pemilu 2024, anggaran yang diajukan mencapai 110 triliun rupiah.

Bacaan menarik :  Perempuan PELAKOR bekerja di Sipil Pusbekang TNI AD

Dalam tulisan ini, saya akan lebih fokus pada mekanisme penyelenggaran Pemilu.
Mekanisme Pemilu dan Konsekuensi Logis
Sejauh ini Pemilu di Indonesia di selenggarakan dengan cara membuka Tempat Pemungutan Suara (TPS) di seluruh Indonesia. Lihat Gambar 1 bagian bawah. Pada hari Pemilu, orang-orang diminta untuk hadir ke TPS untuk memberikan suaranya dengan cara mencoblos surat suara. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang ada di setiap TPS kemudian menghitung suara dan mengirimkan rekapitulasi suara beserta kotak-kotak berisi surat suara ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) di kantor desa, untuk transit sambil menunggu semua kotak suara masuk dari seluruh TPS yang ada di suatu desa.

Selanjutnya kotak suara akan dikirim ke Panitia Pemilih Kecamatan (PPK) di kantor
kecamatan. Setelah genap kotak suara dan selesai rekapitulasi suara dari seluruh desa
yang berada di suatu kecamatan, kotak-kotak suara tersebut akan dikirim ke Komisi
Pemilihan Umum Daerah (KPU) Daerah. Dengan pola yang sama, pengiriman kotak-kotak suara dan rekapitulasi suara akan dilakukan hingga ke jenjang berikutnya, yakni KPU Provinsi dan KPU Pusat, sebelum akhirnya dilakukan rekapitulasi nasional. Secara kesatuan, proses ini dapat memakan waktu hingga 1 bulan lebih lamanya.2 Menurut beberapa sumber, proses perjalanan rekapitulasi suara dan kotak suara di antara TPS dan PPK merupakan tahapan yang sangat rentan terhadap praktek kecurangan dan sangat memakan waktu.

Bayangkan, ada sekitar 4 juta kotak suara yang tersebar di 800 ribu lebih TPS, yang kemudian transit di 83 ribu kantor desa dan 7 ribu kantor kecamatan.

Dari alur di atas, dapat kita lihat di mana titik-titik rentan kecurangan dan ketidakefektifan sistem Pemilu tradisional, dan betapa sulit cara pengawasannya. Dari Laporan Bawaslu pada Pemilu 2019, ada 16.134 pelanggaran administrasi, 374 pelanggaran kode etik, 582 pelanggaran pidana, dan 1475 pelanggaran hukum lainnya, yang dilaporkan. Ini yang sempat dilaporkan. Saya khawatir, ini adalah fenomena gunung es. Di sisi lain, kebutuhan tenaga manusia yang banyak menjadi konsekuensi logis. Total ada sekitar 6 juta orang yang bertugas dalam penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu 2019, 32 ribu3 personel TNI-Polri yang terlibat di dalam pengamanan dan sekitar 12 juta dari 4 orang perwakilan partai politik sebagai saksi.

Selain itu proses penghitungan suara sangatlah melelahkan. Tercatat ada
894 petugas KPPS yang meninggal dunia, dan 5.175 di antaranya jatuh sakit.
https://nasional.kompas.com

Bacaan menarik :  Personel satuan samapta Polres Metro Jakarta Barat sigap membantu sebuah kendaraan Bajaj mengalami mogok di Traffic Light green garden

Implikasi Biaya Tinggi Selain masalah pelanggaran, banyaknya petugas yang dibutuhkan, lamanya proses penghitungan berjenjang, dan yang meninggal karena kelelahan, mekanisme Pemilu sebagaimana dijelaskan di atas berimplikasi terhadap kebutuhan biaya yang sangat tinggi.
Mari kita bedah proyeksi anggaran Pemilu 2024.

Dari 110 triliun6 rupiah anggaran Pemilu 2024, 76.6 triliun rupiah dialokasikan untuk KPU. Sebesar 54.9% atau 42.08 triliun rupiah diantaranya akan digunakan untuk membayar honor badan ad hoc. Pada Pemilu 2019, badan ad hoc terdiri dari 7.201 PPK, 83.404 PPS, 809.500 KPPS, 130 Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), dan 783 Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN). Setiap PPK dan PPS
beranggotakan 3 orang, setiap KPPS beranggotakan 7 orang, dan masing-masing PPLN dan KPPSLN beranggotakan 3 hingga tujuh orang.

Jika kita simulasikan, maka paling sedikit ada 5.941.054 orang dan paling banyak ada
5.944.706 orang yang masuk di badan ad hoc KPU. Tak heran jika setengah lebih anggaran
KPU dipergunakan untuk honor badan tersebut. Jumlah ini belum termasuk jumlah pegawai KPU yang lebih dari 14.000 orang.
Kemudian 21.97% anggaran KPU 2024 atau sebesar 16.84 triliun rupiah akan digunakan
untuk kebutuhan surat suara, formulir, tinta, sampul, kelengkapan TPS, dan lain sebagainya.

Pemilu 2019 membutuhkan 4 juta lebih kotak suara, 75 juta lebih keping segel, 51 juta lebih
lembar sampul, 990 juta lebih lembar surat suara, 1.6 juta lebih alat bantu tuna netra, 2.1
juta lebih bilik suara, 1.6 juta lebih botol tinta, 62.2 juta lebih keping hologram, 561 juta lebih lembar formulir, 3.9 juta lebih lembar daftar pasangan calon dan daftar calon tetap.
Selanjutnya 1.02% atau sebesar 781.89 miliar rupiah untuk pemutakhiran data pemilih;
1.68% atau sebesar 1.29 triliun rupiah untuk pencalonan; 1.6% atau sebesar 1.23 triliun
rupiah untuk sosialisasi. Yang terakhir, 18.83% atau sebesar 14.43 triliun rupiah akan
digunakan untuk kebutuhan pendukung seperti pembangunan atau renovasi kantor, gedung arsip, pengadaan kendaraan, gaji pegawai KPU, belanja operasional kantor, dukungan IT, dan seleksi komisioner.

Alokasi anggaran untuk Bawaslu adalah 33 triliun rupiah. Secara umum, dapat kita
perkirakan, penggunaan anggaran oleh Bawaslu akan lebih banyak dalam hal pengawasan, yang berarti tidak jauh dari kebutuhan sumber daya manusia, kegiatan, dan infrastruktur pendukung.

Bacaan menarik :  Aliansi Aktivis Pro Penegakan Hukum Yang Berkeadilan (APHN) Mengungkap Tabir Dalam Pengembangan Perkara Yang Dilakukan Oleh KPK, Antara Opini Dan Fakta

Paling tidak ada sekitar 834.080 pegawai Bawaslu, termasuk yang tetap dan yang ad hoc. Dari Pemilu 2019, dari total anggaran Bawaslu yang berjumlah 8 triliun rupiah,
964 miliar lebih diantaranya digunakan untuk belanja pegawai, seperti gaji. Kemudian 7.6
triliun rupiah lebih digunakan untuk belanja barang, seperti biaya perjalanan, dan 141 miliar lebih untuk belanja modal seperti renovasi bangunan.

Sebagai perbandingan, anggaran penyelenggaraan Pemilu 2004, 2009, 2014 hingga 2019 berturut-turut adalah, 4.4 triliun, 8.5 triliun, 15.6 triliun, dan 25.6 triliun. Dengan demikian, anggaran Pemilu 2024 adalah 19 kali lipat dari 2004, dan 3 kali lipat dari 2019.

Paradoks Cita-Cita dan Realita Indonesia adalah negara yang besar, baik secara wilayah maupun secara populasi. Ada sekitar 17000 pulau dan 190 juta lebih pemilih. Mekanisme pelaksanaan Pemilu sebagaimana dijelaskan di atas sekali lagi tentu membawa konsekuensi logis seperti banyaknya pelanggaran, kebutuhan sumber daya yang banyak, dan biaya yang sangat tinggi.
Pemilu yang berasaskan enam tersebut adalah cita-cita bersama, karena melalui Pemilu kita bermimpi untuk menegakkan pilar-pilar keadilan politik, keadilan sosial, keadilan ekonomi, keadilan pendidikan, keadilan hukum, dan keadilan-keadilan yang lainnya. Pemilu 2024 adalah harapan kita untuk menuju kesana. Namun jika mekanisme yang dipakai masihlah rapuh terhadap kecurangan dan tidak memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, maka selamanya cita-cita bersama tersebut akan menjadi mimpi yang tidak akan pernah terwujud. Karena sekali lagi, Pemilu yang melanggar batas marka enam asas tersebut, adalah Pemilu bencana yang membawa
bencana-bencana lain di kemudian hari.

Bayangkan, jika Presiden dan Wakil Presiden,
kepala-kepala daerah, dan wakil-wakil rakyat yang terpilih adalah produk Pemilu yang sarat
kecurangan, bagaimana masa depan negeri
ini selanjutnya?

Bagikan postingan
Bazar Kreasi Bhayangkari Nusantara 2024 Digelar di JCC, Hadirkan 500 Lebih UMKM
0
Peraih Medali Emas Karate O2SN Dunia Kejar Cita-cita Jadi Polwan
0
Regina Ikut Seleksi Akpol Demi Pendidikan Gratis, Tak Mau Bebani Ortu
0
Pengungkapan Kasus Curanmor di Polres Metro Jakarta Utara
0
Kapolri Buka National Open Karate Championship di Pakansari Bogor
0
Jum’at Curhat, Polsek Sekincau Ajak Warga Jaga Kamtibmas.
0
Ciptakan Pilkada Serentak 2024 Aman dan Damai di NTB, Kaops NCS Polri Minta Para Kapolres Bisa Kelola Potensi Konflik
0
Bersama NCS Polri, Masyarakat NTB Kompak Jaga Kondusifitas Pilkada Serentak 2024
0
Polres Jakbar Gelar Ngopi Bada Ashar Untuk Persiapan  Pilkada 2024 Yang Aman Dan Kondusif
0
Peraih Medali Emas Olimpiade Siswa Persiapkan Diri 2 Tahun Untuk Seleksi Akpol
0
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Ungkap Kasus Penipuan Trading Forex
0
Rapat Paripurna DPRD Jawaban Pj Bupati Pringsewu Pandangan Fraksi-fraksi
0
Terimakasih Atas Kunjungannya!!!