ENDE -Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti memberi batu uji lima pertanyaan kepada peserta Simposium Nasional Gerakan Pembumian Pancasila di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Senin (30/5/2022).
Pertanyaan LaNyalla dalam simposium yang merupakan rangkaian acara Peringatan Hari Lahir Pancasila yang diselenggarakan BPIP tersebut diawali dengan pertanyaan mendasar, yakni, apakah Pancasila masih konsisten kita terapkan sebagai falsafah dan landasan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
“Pertama, jika negara ini adalah negara yang berketuhanan seperti tertulis dalam Sila Pertama dalam Pancasila, mengapa negara ini cenderung menjadi Sekuler? Yang ingin memisahkan agama dan negara,” tanya LaNyalla.
Karena, lanjutnya, agama kerap disebut politik Identitas, dan hanya pantas berada di wilayah privat. Sehingga hanya cocok berada di masjid, gereja, pura dan vihara serta tempat peribadatan lainnya.
“Akibatnya apa? Kita menyaksikan polarisasi masyarakat semakin meningkat akibat pertentangan politik Identitas. Sampai-sampai anak bangsa kita secara tidak sadar seolah membenturkan pilihan antara Pancasila atau Agama. Padahal tidak ada satu tesispun yang menjelaskan bahwa Pancasila bertentangan agama,” tandas Senator asal Surabaya itu.
Apalagi, imbuhnya, sudah sangat jelas, Pasal 29 Ayat 1 Konstitusi kita tegas berbunyi; ‘Negara Berdasar Atas Ketuhanan yang Maha Esa’. Artinya, negara ini adalah negara yang berketuhanan. Sehingga tidak ada tempat bagi orang yang anti agama.
“Kedua, jika negara ini memiliki Sila Kedua dalam Pancasila, maka pasti hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Tetapi semua manusia diperlakukan sama dalam keadilan,” ujarnya.
Sedangkan pertanyaan ketiga, jika negara ini memiliki Sila Ketiga dalam Pancasila, maka Persatuan Kebangsaan ini tidak perlu ditekankan melalui pendekatan keamanan. Tidak perlu menggunakan aparatur kepolisian dan TNI. Dan tidak perlu terjadi pembelahan masyarakat yang tajam, sehingga saling olok dan bully serta persekusi antar kelompok.
“Dan yang paling penting, pertanyaan keempat, jika kita memiliki Sila Keempat dalam Pancasila, sudah seharusnya kita tidak meniru secara Letter Lux atau Copy Paste demokrasi barat seperti yang sekarang kita jalankan. Sehingga lembaga perwakilan tertinggi kedaulatan rakyat kita hilangkan,” urainya.
Dan jika kita memiliki Sila Kelima dalam Pancasila, tamahnya, tidak seharusnya Sumber Daya Alam dan cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak diberikan konsesi kepada pihak swasta nasional dan Asing, yang sekarang menggurita menjadi Oligarki Ekonomi.
“Dan yang tidak kalah penting adalah, kita harus mengingat bahwa pada tanggal 13 November 1998, saat Reformasi saat itu, melalui Ketetapan MPR Nomor 18 Tahun 1998, MPR telah mencabut Ketetapan tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4,” ungkapnya.
Saat itu dikatakan, alasan pencabutan Ketetapan MPR tentang P4 itu adalah karena materi muatan dan pelaksanaannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara. Jadi sejak November 1998, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara.
“Demi apa semua itu dilakukan? Jawabnya demi menjadi bangsa lain. Demi menjadi bangsa yang dianggap Demokratis dalam ukuran kaca mata Barat. Inilah yang kerap saya sebut bahwa kita sebagai bangsa telah durhaka kepada para pendiri bangsa,” tandasnya.
“Ini adalah fakta hari ini, bahwa ternyata kita telah meninggalkan Pancasila. Meninggalkan nilai-nilai yang digali oleh Bung Karno di Ende selama empat tahun beliau dalam pengasingan di kabupaten ini,” tambahnya.
Padahal sudah jelas, para pendiri bangsa telah bersepakat, bahwa Pancasila adalah nilai yang paling tepat bagi bangsa ini. Sehingga sudah seharusnya kita menjadikan Lima Sila dalam Pancasila sebagai pedoman dalam kita menjalankan negara ini.
Itulah mengapa Pancasila harus dibumikan. Yang artinya di-implementasikan dalam semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara ini. “Karena itu saya berharap kepada pengurus Gerakan Pembumian Pancasila untuk bekerja lebih keras dan menyadari posisi Pancasila di negeri ini,” tutupnya.
LaNyalla hadir bersama Anggota DPD RI asal NTT Hilda Manefa, Asyera Wundalero, Angelius Wake Kako, Senator Sulsel Andi Muh Ihsan dan Senator Maluku Utara Matheus Stefi Pasimanjaku serta Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin, Kepala Biro Pimpinan DPD RI Sanherif Hutagaol dan Staf Ahli Ketua DPD RI Baso Juherman.
Sementara dari Gerakan Pembumian Pancasila (GPP) hadir Ketua Dewan Pengurus Pusat Andrianus Manurung, Ketua GPP Ende Haribertus Gani dan Staf Khusus Kepala BPIP Romo Benny Susetyo.