LampungBarat-Kesehatan mental merupakan hal sama pentingnya dengan kesehatan fisik bagi manusia. Dengan sehatnya mental seseorang maka aspek kehidupan yang lain dalam dirinya akan bekerja secara lebih maksimal, (26/03).
Viktor Warmono S.kep,Ners.. selaku Pengelola Program Jiwa UPT Puskesmas Sekincau saat mengunjungi Pasien dalam salah satu kegiatan program keswa yaitu pemantauan dan pendidikan kesehatan bagi klien dan keluarga dikecamatan Sekincau mengatakan.
“Kondisi mental yang sehat tidak dapat terlepas dari kondisi kesehatan fisik yang baik”.kata Viktor.
Kesehatan mental yang baik untuk individu merupakan kondisi di mana individu terbebas dari segala jenis gangguan jiwa, dan kondisi dimana individu dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan hidupnya khususnya dalam menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-masalah yang mungkin ditemui sepanjang hidupnya.
Selanjutnya “Kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya”.
Masalah kesehatan jiwa semakin mendapat perhatian masyarakat dunia. Satu atau lebih gangguan jiwa dan perilaku dialami oleh 25% dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya. World Health Organization (WHO) menemukan bahwa 24% pasien yang berobat ke pelayanan kesehatan primer memiliki diagnosis gangguan jiwa.
Menurut Viktor “Gangguan jiwa yang sering ditemukan di pelayanan kesehatan primer antara lain adalah depresi dan cemas, baik sebagai diagnosis tersendiri maupun komorbid dengan diagnosis fisiknya (World Health Report 2001)”.
Sementara itu masalah kesehatan jiwa di Indonesia cukup besar. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018), data nasional untuk gangguan mental emosional (gejala depresi dan cemas) yang dideteksi pada penduduk usia ≥15 tahun atau lebih, dialami oleh 6% penduduk atau lebih dari 14 juta jiwa; sedangkan gangguan jiwa berat (psikotik) dialami oleh 1.7/1000 atau lebih dari 400.000 jiwa. Sebesar 14,3% dari gangguan psikotik tersebut atau sekitar 57 ribu kasus mengatakan pernah dipasung.
“Tidak sedikit masalah kesehatan jiwa tersebut dialami oleh usia produktif, bahkan sejak usia remaja. Depresi juga dapat terjadi pada masa kehamilan dan pasca persalinan, yang dapat mempengaruhi pola asuh serta tumbuh kembang anak” ujar Viktor selanjutnya .
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 dan Riskesdas tahun 2018, ditemukan bahwa semakin lanjut usia, semakin tinggi gangguan mental emosional yang dideteksi.
Maka upaya-upaya dalam peningkatan kesehatan jiwa masyarakat, pencegahan terhadap masalah kesehatan jiwa dan intervensi dini gangguan jiwa seyogyanya menjadi prioritas dalam mengurangi gangguan jiwa berat di masa yang akan datang.
Di samping itu masalah kesehatan jiwa tersebut dapat menimbulkan dampak sosial antara lain meningkatnya angka kekerasan baik di rumah tangga maupun di masyarakat umum, bunuh diri, penyalahgunaan napza (narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya), masalah dalam perkawinan dan pekerjaan, masalah di pendidikan, dan semua dampak tersebut akan mengurangi produktivitas.
Pendidikan keluarga tidak hanya bermanfaat bagi peserta tetapi juga bagi anggota keluarga yang lain. Kegiatan ini mengubah afeksi , terutama pada ayah dan ibu pasien.
“Ayah dan ibu pasien bisa lebih bersikap menerima dan berupaya menyelesaikan gangguan ketidaknyamanan melalui tindakan positif”.ajaknya.
Sehingga dimungkinkan pendidikan keluarga juga meningkatkan keterampilan. Harapan jangka panjang, perubahan sikap ini menjadi dasar ODGJ semakin menjadi manusia seutuhnya sehingga meningkatkan martabat ODGJ.