Lampung Barat -PendampingKecamatan Airhitam, Kabupaten Lampung Barat Fitri Yanti, membenarkan terkait penerapan pendistribusian BPNT, Petugas pendamping yang menjadi utusan pemerintah wajib menyampaikan kepada pihak Elektronik Warung (E-Warong) untuk menyampaikan kepada Kelompok Penerima Manfaat (KPM) dalam pengambilan bantuan menunjukkan kartu vaksin Satu, Dua dan Booster.
Fitri menyebutkan “untuk penerima BPNT yang tidak bisa menunjukkan kartu Vaksin sebagaimana dimaksud diatas dianjurkan melapor ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) puskesmas terdekat dan apabila penerima tidak bisa di Vaksin dengan gejala maka Nakes akan memberikan surat pernyataan kepada yang bersangkutan” tuturnya
“Saya memberikan klarifikasi ini karena adanya keluhan KPM inisial RN yang tidak bisa menunjukan Kartu Vaksin saat Pembagian BPNT Tanggal 28 April 2022 dan sudah dikoordinasikan ke bhabinkamtibmas Faizar Tanzi dan UPT Puskesmas Airhitam,” katanya.
Lebih lanjut Fitri dan pemerintah setempat menerapkan hal tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Bagi Penerima bantuan sosial (bansos) PKH, BPNT hinga BLT lainnya yang telah terdaftar dalam program Vaksinasi, Jangan menolak, sebab jika menolak Vaksinasi bantuan yang diperoleh bisa disetop.
Sementara Perpres tersebut derajatnya di bawah UUD 1945 dan Pancasila, yang mana HAM setiap masyarakat menjadi prioritas.
Undang-undang yang mengatur tentang itu semua;
UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Hal ini terkait status kehalalan vaksin yang sudah diberitahukan oleh MUI bahwa vaksin pada anak belum bersertifikasi halal. Menjalani hidup dan kehidupan adalah pilihan, halal dan haram adalah ketentuan. “La iqraha fiddin” tidak ada pemaksaan dalam agama apalagi untuk perkara duniawi.
UUD 1945 pasal 28G ayat 1 “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, dan harta benda di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan Hak Asasi.”
Setiap orang berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari ancaman.
UUD 1945 Pasal 28I ayat 1-2, (1)“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran, dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.” (2)”Setiap orang berhak bebas dari perlakuan dikriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.
Pasal 28b ayat 2: “Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”, dengan demikian kami berhak atas perlindungan dari intimidasi serta diskriminasi karena pilihan kami untuk tidak memberikan vaksin pada anak kami.
Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008 dan UU No.29 Tahun 2004 Pasal 45, tentang informed consent, yaitu persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien.
Di Indonesia, informed consent secara yuridis formal terdapat pada pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 Tahun 1988, dipertegas dengan Permenkes No. 585 Tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medik/ informed consent.
UU No.35 Tahun 2014 Pasal 3 ayat 1 “Negara, pemerintah, dan pemerintah daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memerhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.”
UU No.35 Tahun 2014 Pasal 45 ayat 1 “Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat sejak dalam kandungan.”
Ini bentuk perlindungan kami atas status kehalalan dan keamanan vaksin dan perlindungan terhadap Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI), Efek Negatif Vaksin, Vitamin K Sintetis dan sejenisnya.
UU No.33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal, produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai syariat islam yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
UU No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang mengatur barang atau jasa yang bersifat halal.
UU No.23 Tahun 2002 tentang kewajiban memberikan perlindungan pada anak berdasakan asas-asas nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak hidup dan kelangsungan hidup, dan penghargaan terhadap pendapat anak.
UU No.12 Tahun 2005 tentang pengesahan konvenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik. Hak-hak sipil meliputi hak hidup; hak bebas dari siksaan, penghukuman yang kejam, tidak manusia, atau merendahkan martabat; ha katas praduga tak bersalah; hak kebebasan berpikir; hak berkeyakinan dan beragama; hak untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan orang lain; hak perlindungan anak; hak atas perlindungan hukum yang sama tanpa adanya diskriminasi.
UU No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Mengenai status kehalalan vaksin yang ternyata belakangan dibantah oleh MUI dan Halal Watch. Mengenai kasus-kasus kejadian KIPI yang diinformasikan di media-media massa maupun media sosial dan penjelasan mengenai wabah.
UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, penjelasan pasal 5 ayat 1 bahwa upaya penanggulangan wabah haruslah dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan masyarakat setempat, antara lain: agama. Status halal haram itu dalam agama islam adalah hal yang esensial.
Pasal 6, bahwasannya keikutsertaan masyarakat dalam penanggulangan wabah tidak mengandung paksaan.
UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 2 dan 3, hak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan hak menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan baginya. Pasal 7, tentang mendapatkan informasi dan edukasi yang seimbang dan bertanggung jawab. Pasal 8, berhak mendapatkan informasi tentang data kesehatan dirinya, termasuk tindakan yang telah dan akan diterima dari tenaga kesehatan.
Permenkes no. 12 tahun 2017, pasal 26 ayat 2 poin b, pengecualian penyelenggaraan imunisasi program bagi orang tua/wali yang menolak menggunakan vaksin yang disediakan pemerintah.
Fatwa MUI no. 4 Tahun 2016, ketentuan hukum, bahwa hukum imunisasi adalah mubah, kewajiban menggunakan vaksin yang halal dan suci. Sedangkan alasan darurat yang disyaratkan harus dengan fatwa ulama atau ahli terkait. Bukan Fatwa dokter.
(**).