Jakarta-Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (JAMSU) melakukan audiensi ke beberapa kementerian diantaranya Kementerian Dalam Negeri, kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). JAMSU adalah jaringan organisasi masyarakat sipil yang berada di Sumatera Utara yang didalamnya terdiri dari BAKUMSU, KSPPM, Bitra Indonesia, YAK GBKP, Petrasa, YDPK dan YAPIDI,(18/05/22).
Kedatangan JAMSU ke 3 (tiga) kementerian ini sebagai wujud perhatiannya terhadap pembangunan yang terjadi di perdesaan saat ini yang dianggap masih bersifat top down, tidak pertisipatif, tidak melibatkan masyarakat lokal dan cenderung mengabaikan hak-hak ekonomi social dan budaya (EKOSOB) masyarakat lokal.
Dalam kunjungannya ke KEMENPAREKRAF pada, (19/5), JAMSU diterima oleh Oneng Setya Harini, Sekretaris Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur.
Dalam kesempatan ini JAMSU menyerahkan hasil riset terkait dampak kebijakan pembangunan pariwisata di Kawasan Danau Toba yang antara lain keterancaman pengabaian atas sistem adat, potensi konflik dan marginalisasi, ancaman atas terjadinya peningkatan krisis ekologis air dan potensi bencana ekologis lainnya, ancaman pengabaian pengelolaan wisata berbasis masyarakat menjadi berbasis industri, serta ancaman pergeseran dan peluruhan budaya lokal masyarakat.
“Untuk tindak lanjutnya nanti kami tunggu arahan dari pimpinan.Saya sangat mengapresiasi, saya sepakat pariwisata ini harus bersama-sama, berkolaborasi.
Nanti hasil rekomendasi ini akan kami sampaikan ke Kementerian terkait seperti Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Republik Indonesia, Kementerian Perhubungan dan beberapa kementerian lainnya.
Harapannya ini menjadi kolaborasi bersama untuk peningkatan pariwisata di Indonesia” ujar Oneng Setya Harini.
Audiensi ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) JAMSU diterima oleh Fachri, Direktur Advokasi dan Kerja Sama Desa pada Rabu, (18/5). Dalam kesempatan ini JAMSU menyampaikan hasil kajian terkait implementasi UU Desa.
UU Desa adalah kebijakan yang visioner yang memberi ruang kepada desa untuk mengatur anggarannya sendiri. Hal ini membuktikan bahwa Pemerintah memiliki komitmen untuk membangun Indonesia dari pinggir. Akan tetapi, ternyata harapan masih jauh dari ekspektasi.
JAMSU menilai, pembangunan fisik untuk infrastruktur yang sudah digelontorkan dari dana desa tidak sebanding dengan pemberdayaan masyarakat.
Tingkat kesejahteraan masyarakat juga tidak berbanding lurus dengan dana desa yang digunakan untuk pembangunan fisik, banyaknya peraturan yang tumpang tindih dan tidak harmonis dengan peraturan perundang-undangan lainnya belum lagi dengan hadirnya UU Cipta Kerja.