Jakarta-Hallo saya Echa. Semua orang memanggilku dengan sebutan cha, aku lahir dilampung, kota dengan sejuta keindahan, kemakmuran serta kerukunan.
Tapi saat ini aku sedang merantau, di kota metropolitan DKI Jakarta
Merubah nasib, bekerja di tanah rantau.
Lika liku, ditanah rantau sudah kulalui, dari yang pahit sampai berubah menjadi manis.
Berawal aku mempunyai seorang teman, wanita yang luar biasa, bernama setyorini.Dia mengajakku keliling kota jakarta, dia bercerita tentang kehidupan dijakarta .
“Dijakarta kalau kita bisa ngimbangin kita gak bakal tersesat arah” Kata Setyorini.
Lalu dia mengajakku berjalan jalan dengan sepeda motor matic nya, untuk keliling jakarta dari sudirman sampai ke Senayan.
Gedung gedung menjulang tinggi beserta lampu kerlap kerlip yang menambah vibes kota metropolitan ini riuh, suara kendaraan berlalu lalang..
Polusi polusi udara bertebaran
Namun ada suatu tempat, yang membuatku merasakan berada di bawah alam tidur
.
“Tempat itu adalah Lampu merah Duren sawit jakarta Timur”
Disitu aku diajak menyapa pengamen di bawah lampu merah, aku tersenyum menyambut sapaan mereka.
Dengan ramah tamah aku berbincang dan berkenalan dengan anak anak pengamen tersebut, bisa disebut juga dengan pengamen jalanan.
Pengamen itu menggunakan biola,
Gesekan biola, yang merdu membuatku jatuh dalam lamunan. Menambah syahdu ditengah riuhnya kota jakarta,
Disinilah, dikota jakarta aku menemukan banyak hal yang baru.
Dimana kita harus berjuang keras, hidup dikota yang serba elit, dan penuh intrik.
Aku juga banyak belajar dari mereka yang hidup di jalanan hanya untuk bisa mengisi perut yang keroncongan menahan lapar.
Aku memberikan semangat dan motivasi kepada mereka “Nikmati hidup sebagai mana kita hidup, jika kita sudah mati kita tidak akan merasakan kepahitan dan kemanisan di dunia ini, tapi jangan pernah kalian lupakan akan hal kebaikan di dunia, untuk bekal di akhirat nanti
Dengan tersenyum manis, aku menepuk bahu salah satu pengamen jalanan tersebut