Tulang Bawang -Ustadz ZR (42), seorang alim ulama di Kabupaten Tulang Bawang (Tuba) harus mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Menggala atas laporan mantan istrinya ER (35) di Mapolres setempat pada 15 Desember 2020 lalu.
Ia dituduh oleh mantan istrinya telah mencabuli anak perempuan kandungnya sendiri (AM) yang menurut pelapor peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 30 Maret 2017 silam. ZR membantah tuduhan itu dan menilai kasus ini hanya rekayasa sang mantan istrinya sehingga ia didakwa lebih tinggi dari pembunuhan dan pemerkosaan.
Ustadz ZR juga memastikan bahwa bukan hanya sekali dua ini saja dirinya perlakuan buruk oleh ER baik saat masih berstatus istri hingga mereka berpisah. ZR menerima kenyataan pahit itu dan menganggap yang terjadi adalah cobaan. Ia mengisyaratkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh mantan istrinya semata-mata untuk merusak moralitasnya.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tuba pada Kamis (3/2/2022) lalu, Ardi Herlian Syah, SH selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tuba membacakan dakwaan yang terdapat 5 (Lima) hal memberatkan terdakwa sehingga terdakwa dituntut 12 tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider 2 (dua) bulan kurungan.
Andika Pratama, SH dan Pathner Kuasa Hukum ZR mendampingi Ida Elisa, Kakak Kandung Terdakwa menyatakan, di setiap kesempatan berkomunikasi, ZR selalu mengungkapkan kejanggalan dan membantah atas apa yang dituduhkan tersebut.
“Berdasarkan hasil komunikasi yang seringkali kami bangun terhadap klien, beliau (ZR) memastikan dengan sebenar-benarnya jika tuduhan yang tertuang dalam dakwaan JPU itu tidak benar,”ucap Andika Pratama, SH yang diamini Ida Elisa sesuai mengajukan penundaan pledoi di PN Tuba, Senin (14/2/2022).
Sebab, lanjut Andika, kliennya menyebutkan bahwa dakwaan yang dibacakan JPU dalam persidangan dinilai janggal.” Karena ada dua bukti visum, yang pertama dari RS swasta secara pribadi oleh pelapor keterangannya terdapat luka robek di kemaluan AM, kemudian dari RS Bhayangkara yang disaksikan oleh penyidik Polres Tuba tidak ada luka robek tersebut,”terangnya.
Lanjut Andika, anak-anak kliennya disekolahkan dan biaya sehari-hari masih ditanggung oleh ZR, namun pembiayaan itu terhenti ketika terdakwa dalam penjara. “Tetapi semua fasilitas termasuk harta ZR masih digunakan anak-anaknya. Jadi, tidak ada gangguan psikis terhadap anak-anak klien kami,”ucapnya.
Kliennya juga keberatan atas dua alat bukti dalam surat BAP polisi dan dalam dakwaan JPU yang dihadirkan yaitu satu potong baju yang tidak dikenali ZR dan satu potong celana milik adik AM.” Menurut klien kami, baju itu bukan milik anaknya, dan celana training itu milik adik AM, sebab celana milik AM sudah rusak akibat kecelakaan bersama ER hingga ER patah tulang kaki sebelum tuduhan pencabulan pada tanggal 30 Maret 2017 itu,”beber Andika.
“Kemudian, AM kala itu mandi di kamar mandi rumah mereka tentu tidak mengenakan pakaian karena masih usia belia. Sementara, di Ponpes Banten tahun 2016 celana itu adalah celana sekolah yang tidak mungkin di pakai untuk jalan-jalan ke luar kota apalagi sampai Banten. Disini sudah jelas kedua alat bukti itu tidak bisa dipakai,”ulas Andika sebagaimana diceritakan ZR.
Tambah Andika, ZR juga tidak menerima hal-hal yang memberatkan dalam dakwaan. Diantaranya, terdakwa tidak mengakui dan berbelat-belit dalam persidangan, kemudian terdakwa meresahkan masyarakat.” Jelas ZR tidak mengakui karena pencabulan ini hanya tuduhan ER dan tidak pernah terjadi. Signal internet sangat berpengaruh pada sidang virtual, bukan karena klien kami berbelat-belit,”ujarnya.
“Sejauh ini klien kami masih aktif dalam masyarakat mengajar ngaji, ceramah, membuka pesantren, mendidik para santri sebagaimana seorang alim ulama, tidak ada yang disebut meresahkan masyarakat. Kemudian, hubungan dengan anak-anaknya baik-baik saja sedianya hubungan ayak dengan anak, tidak benar jika dituduh bahwa anaknya trauma dengan klien kami ini,”tegas Andika.
Andika menambahkan, kejanggalan dalam kasus ini pada saksi-saksi. Yang sedianya para saksi dari kedua belah pihak harus menjadi pertimbangan karena mereka bersaksi dibawah sumpah.” Kami akan ajukan saksi ahli dan upaya-upaya lain agar jangan sampai seseorang dihukum namun tidak bersalah,”ujar dia.
Melalui Kuasa Hukum dan keluarganya, ZR berharap kepada Yang Mulia Hakim dapat mengambil keputusan dengan seadil-adilnya. Terdakwa percaya bahwa Hakim sangat cermat dalam menangani dan memutuskan suatu perkara.” Karena menghukum seseorang tanpa kesalahan tentunya merupakan fitnah yang sangat keji. Anak adalah masa depan kita, kehidupan sosial saya insha Allah tidak sebejat sebagimana dalam dakwaan JPU,”harapnya. (*).