Jakarta,traznews.com
Sosok ideal pemimpin — dalam perspektif spiritual — setidaknya yang memenuhi etikabilitas, kapasitas, kualitas intelektualitas dan moralutas, hingga sebagai sosok pemimpin akan menjadi panutan dan tauladan, tidak membuat keraguan dan kesangsian bagi para pendukung atau pengikutnya.
Moralitas seorang pemimpin tampak dalam kualitas perilaku maupun perbuatannya yang baik dan benar. Tidak, buruk dan tidak tercela. Karena itu, moralitas meliputi semua hal yang baik, tidak buruk dalam perbuatan apapun. Dan moralitas yang kukuh mengakar pada tuntunan dan ajaran agama — apapun namanya — pasti menunjukkan kualitas perkataan serta perbuatan yang benar dan baik bagi manusia yang lain, bukan sekedar untuk diri sendiri atau keluarga, kelompok atau suku bangsanya saja. Sehingga moralitas bersifat umum dan universal bagi kemanusiaan.
Moralitas itu memang lebih bersifat individual, bagi pelakunya, namun bersifat universal bagi orang lain. Agak berbeda dengan etika yang menjadi penakar dalam kelompok sosial. Sehingga kualitas moral akan lebih dominan dipengaruhi oleh tempat asal yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Mulai dari lingkungan keluarga maupun tempat yang bersangkutan dibesarkan atau tumbuh dewasa dan berkembang seiring dengan perjalanan waktu dan jaman.
Etika dan moral merupakan bagian yang penting pada setiap diri manusia. Keduanya — etika dan moral — akan menjadi menjaga tatanan harmoni pergaulan dalam masyarakat, serta mampu menjadi perlindungi atau perisai diri dari kecenderungan untuk melakukan perbuatan tercela, atau tindak kejahatan.
Baru kemudian akhlak yang ikut ditegakkan oleh etika dan moral — bila mengacu pada pandangan Islam — hakikat dari makna terdalam akhkak itu akan tercermin dalam tindakan yang terpuji hingga merefleksikan nilai-nilai ilahiyah dengan motivasi sepenuhnya untuk keridhaan Allah SWT semata. Syahdan, akhlak itu sendiri berasal dari bahasa Arab dengan khuluk yang berarti tingkah laku, tabiat atau perabgai. Istilah, akhlak merupakan sifat yang dimiliki oleh seseorang yang melakat dalam dirinya sehingga akan menjadi semacam cermin dari perilaku mulia dan terhornat bagi bersangkutan
Syahdan, dalam versi Imam Al Ghazali bahwa akhlak itu adalah salah satu sifat yang tertanam di dalam jiwa manusia sehingga bisa menampilkan karakter hingga perbuatan baik yang terpuji dari yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan tanpa ada lagi pertimbangan dari pemikirannya tentang untung dan rugi dari sikap yang dilakukan itu. Karena sikap dan sifat telah menyatu dalam karakternya yang terpuji itu untuk menjadi pilihan tanpa keraguan, karena ikut didukung oleh bisikan hatinya jujur dan ikhlas untuk melakukan pilihan tersebut, tanpa kesangsian dan keragua. Begitulah lahir dan munculnya nilai kemuliaan dari dalam diri manusia sebagai khalifatullah di muka bumi.
Jadi sosok pemimpin nasional dalam perspektif spiritual yang ideal harus memenuhi kaidah etik profetik — kenabian — tiada cacat dan cela, apalagi sampai berbohong, ingkar janji atau bahkan khianat kepada orang yang menjadi kewajiban untuk dia pimpin. Sebab segenap harapan — utama bagi rakyat — sangat bergantung pada pemimpin yang diidolakan itu. Bila tidak, maka sosok raja sekalipun akan disanggah, atau dibantah dan diabaikan rakyat eksistensinya yang dianggap tak berguna itu. Maka itu, Pemilihan Umum yang akan segera dilakukan di Indonesia pada tahun 2024, akan menjadi momentum menentukan pilihan Pemimpin Nasional dan Wakil Rakyat di Parlemen yang akan sangat menentukan nasib bangsa serta kondisi negara akan lebih baik, atau lebih buruk dari kondisi dan situasinya yang selalu gaduh dan mencemaskan
Maka itu gairah dan semangat banyak orang menyambut pelaksanaan Pemilu 2024 jelas menghendaki bisa segera dapat bergantinya suasana yang lebih baik dari yang dirasakan sekarang. Sehingga pergantian pemimpin nasional dengan segenap wakil rakyat yang baru, semata berharap dapat segera terjadi perubahan menuju lebih baik tata kelola — termasuk para pengelola negara — sehingga adanya semangat baru, gairah baru serta harapan baru yang sudah terlalu lama diangan-angankan agar dapat segera terwujud sekarang juga.
Karena itu akhlak yang terpuji — akhlakul mahmudah — sebagai akhlak bawaan manusia — harus tetap dijaga dan terus ditingkatkan kualitasnya. Karena akhlakul mahmudah itu meliputi sifat sabar, jujur, rendah hati, dermawan, sopan santun, gigih, rela berkorban, adil, bijaksa, lembut dan murah hati hingga selalu memiliki daya sentuh yang peka untuk membela dan berpihak pada rakyat kecil. Dan yang tidak kalah penting bagi rakyat adalah tak pernah akan khianati pada amanak rakyat.
Orang yang memiliki akhlakul mahmudah, dapat dipastikan hidupnya akan senantiasa terjaga mulai dari tutur kata hingga wujud perbuatan dalam segala sikap serta tindakan yang tidak buruk dan tidak tercela, terutama yang tidak disukai oleh rakyat. Oleh karena itu, mulai sekarang sampai pada akhir masa kampanye, rakyat harus cermat dan kritis menyaksikan gaya dan model kampanye serta cara membangun pencitraan para calon pemimpin nasional termasuk calon wakil rakyat berikutnya yang cuma janji belaka, karena apa yang dikatakannya tidak sesuai dengan apa yang dilakukannya sebagai pemimpin nasional yang ideal bagi kita.
Jadi, momentum Pemilu adalah saat dan waktunya kita semua memilih pemimpin nasional dan wakil kita di Kebon Sirih. Jika salah, maka kita akan kembali didera derita yang semakin membuat kesengsaraan. Dan jangan lagi sampai salah pilih, meski politik uang mungkin akan tetap menyergap tidak, boleh saja ambil uangnya, tapi pilihan kita sudah mantap, tidak akan tergoda. Sebab politik uang itu sama juga dengan politik identitas, dicerca, tapi justru mereka yang getol dan diam-diam lakukannya.