JAKARTA,traznews.com Corporate Pirate atau “Bajak laut” perusahaan adalah sub divisi perusahaan konglomerasi yang bertugas mencari perusahaan-perusahaan yang undervalued dan mengalami financial distress.
Para “bajak laut” korporat melakukan valuasi nilai perusahaan target dan memberikan penawaran untuk mengambil alih perusahaan. Setelah perusahaan diambil alih, manajemen yang baru akan memperbaiki kinerja perusahaan, meningkatkan revenue dan tingkat profitabilitas perusahaan.
Setelah memiliki nilai tinggi, dalam hal konglomerasi dibelakang para bajak laut ini melihat potensi jangka panjang, maka perusahaan yang di ambil alih akan dijadikan “rantai” usaha konglomerasi. Dalam hal tidak, maka perusahaan akan dijual pada harga tinggi pada pihak ketiga.
Okky Rachmadi S., SH, CLA, ERMAP adalah salah satu pengacara restrukturisasi yang dikenal sebagai corporate rider atau bajak laut korporat. Ia mengatakan bahwa ia hanya tertarik pada perusahaan yang memiliki aset. Perusahaan-perusahaan tanpa aset, contohnya developer projek bangun guna serah tidak menjadi target dikarenakan pada dasarnya hanya memiliki hak penguasaan atau pengelolaan atas aset milik pihak lain.
“Value nya tidak jelas dan rentan masalah” Okky juga mengatakan bahwa investor ingin penguasaan aset, bukan projek. Developer bangun guna serah yang hanya mengandalkan pembangunan menggunakan dana pembelian konsumen sebenarnya sama seperti penyedia jasa. Jasa sangat bergantung pada tingkat kepercayaan konsumen pada penjual jasa.
Lain perkaranya dengan perusahaan e-commerce. Sekalipun mereka menjual jasa intermediari antara pembeli dan penjual, mereka memiliki aset berupa intellectual property berupa program/applikasi yang mereka ciptakan dan brand. Daya tarik mereka juga tergantung pada seberapa besar jangkauan market perusahaan e-commerce tersebut.
“Saya menargetkan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan namun memiliki potensi profit, bukan perusahaan toxic dan tidak memiliki aset.”
Manajemen risiko adalah bagian dari aktifitas korporasi. Mengambil alih perusahaan yg tidak memiliki aset sama dengan mengambil unmanageble risk atau risiko yg tidak terukur. Tidak ada dayatariknya bagi investor.
“Kalau konglomerasi akan targetkan projek, tentunya lebih baik kami bekerjasama dengan pemilik aset sesungguhnya. Bukan dengan “pelaksana” projek”.