Tulang Bawang Barat -Konflik agraria antara Masyarakat Adat Lima Keturunan (5K) Bandar Dewa dengan PT Huma Indah Mekar (Him) Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) yang telah bertahun-tahun tak kunjung menemui titik terang hingga mengakibatkan konflik horizontal pada Rabu (2 Februari 2022) itu sedianya harus ditangani dengan adil seadil-adilnya.
Sebab, cheos yang terjadi pada hari itu yang terlihat kerusuhan antara Satuan Pengamanan (Satpam) Perusahaan dengan Massa dari 5K yang mana, kedua belah pihak yang bertikai ini masih memiliki hubungan persaudaraan yang masih kental. Hanya saja, keduanya sama-sama mempertahankan hak dan kewajiban mereka.
Artinya, semua pihak yang berwenang untuk merespon persoalan ini harus mengambil langkah yang arif dan bijaksana. Sebab, pihak Satpam mempertahankan hak perusahaan (PT. Him) yang wajib mereka lindungi, sementara warga Adat 5K juga memiliki hak selaku penuntut.
“Jangan nanti kesannya bahwa, masyarakat dibenturkan dengan saudaranya sendiri, sedangkan pihak-pihak yang bersengketa bertahan dengan ego mereka sendiri,”ucap Ari Irawan, SH, Penggiat Sosial Kontrol Provinsi Lampung, Minggu (06/03/2022) malam.
Kedua belah pihak yang bersengketa, lanjut Irawan, harus segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan hukum pasca konflik tersebut.” Saya mendengar, baik dari pihak masyarakat maupun satpam PT Him saat ini sama-sama dilakukan penahanan oleh kepolisian atas insiden itu,”kata dia.
“Pihak Kepolisian memang sudah kewenangannya melakukan proses hukum. Tetapi, disini saya sampaikan kepada PT Him maupun Koordinator Masyarakat Adat 5K agar mengambil langkah-langkah yang progresnya yaitu tetap mempertahankan keutuhan hubungan persaudaraan antara Satpam dengan warga. Yang jelas, saya melihat persoalan ini sudah memenuhi unsur keadilan restoratif,”ujar Irawan.
Berkaitan dengan persoalan sengketa agraria, pria kelahiran Tiyuh Penumangan ini menyebutkan bahwa, hal itu harus ditempatkan secara terpisah dengan gesekan fisik yang terjadi Rabu kemarin.” Saya yakin kedua belah pihak yang bersengketa sama-sama memiliki opsi yang tepat untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut tanpa harus membiarkan pertikaian kembali terjadi,”cetusnya.
Lanjut Irawan, peran dari Pemerintah Daerah, Legislatif, dan Yudikatif juga menjadi faktor penting dalam mengambil langkah penyelesaian.” Antara PT Him dengan ahli waris 5K tentunya sama-sama tunduk terhadap keputusan hukum tertinggi di negara kita ini,”terang dia.
Sebab, sambung Irawan, jika penyelesaian persoalan sengketa lahan dijadikan satu kesatuan dengan kontak fisik itu, maka pandangan publik yang muncul yaitu ada upaya yang tidak logis untuk mendapatkan kepastian hukum dalam perkara agraria tersebut.
“Nantinya, seolah-olah gesekan fisik kemarin memang sengaja diciptakan sehingga terbuka ruang untuk menyelesaikan sengketa agraria yang inkonstitusional, sehingga memicu terjadinya land grabbing di Kabupaten Tubaba,”ujar dia lagi.
Sebab, sambungnya lagi, jauh dari sebelum lahirnya Kabupaten Tubaba, negara telah membentuk Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yang lahir dengan latar belakang sederhana, yaitu supaya memperhatikan kesejahteraan rakyat kecil. “Hal ini sesuai dengan program landreform yang dikampanyekan dalam rangka revolusi nasional Indonesia,”tutur Irawan.
Irawan menyebutkan demikian karena ia menilai konflik agraria yang terjadi antara PT Him dengan 5K itu bersifat struktural.” Rakyat sebagai pemilik awal dari tanah dan kekayaan alam dikeluarkan dari wilayah tersebut melalui pemberlakuan hukum, penggunaan kekerasan, pemegaran wilayah secara fisik, serta penggunaan simbol-simbol baru yang menunjukkan bukan lagi rakyat yang memiliki wilayah tersebut,”paparnya.
“Penting untuk disadari, perampasan tanah tidak hanya mengakibatkan konflik agraria semakin tinggi karena adaya proses perlawanan dari para korban, tetapi dalam jangka panjang menjadi proses pembunuhan petani dan dunia perdesaan secara sistematis,”sambungnya.
Dijelaskannya lagi, pada pasal 33 dalam UUD 1945 inilah dasar konstitusional pembentukan dan perumusan UUPA. “Dua hal pokok dari pasal ini adalah Negara ikut campur untuk mengatur sumber daya alam sebagai alat produksi, dan pengaturan tersebut adalah dalam rangka untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penghubungan keduanya bersifat saling berkait sehingga penerapan yang satu tidak mengabaikan yang lain,”paparnya.
“Dengan demikian, saya berharap semua pihak dapat segera menuntaskan persoalan ini dengan syarat tidak ada kesenjangan sosial dan ekonomi terhadap masyarakat, begitu juga kenyamanan kaum kapitalis yang berinvestasi di Tubaba pun ikut terjamin. Saya pribadi sangat prihatin atas permasalahan ini,”pungkasnya. (*).